Siklus
hidup manusia, saat satu mati akan tumbuh seribu. Saat satu amanah terlewati
pasti akan ada amanah yang lainnya. Dari amanah pertama kita akan ada banyak
pihak yang menilai dan menjadikannya sebagai tolak ukur untuk memberikan amanah
yang lainnya, amanah yang berikutnya, dan amanah yang seterusnya. Tanpa ada
tawar menawar, pun diskusi atau musyawarah. Amanah itu datang secara tiba-tiba,
tak ada waktu untuk berfikir menolaknya. Karena amanah itu ujian dan ujian pula
yang akan mengukur batas kemampuan kita. Kalau sudah di ujung batasnya, lantas
apa ? jelas kita tak bisa menyerah, karena amanah itu bukan lagi urusan kita
dengan dia, atau urusan kita dengan mereka. Namun urusan kita dengan-Nya.
Dengan Allah!
Amanah
datang untuk melatih kapasitas diri. Amanah satu selesai, dilanjut amanah
kedua, dan seterusnya. Amanah yang sebenarnya juga sebuah kewajiban dalam hal
berdakwah. Semakin dirasa, ada pahitnya adapula manisnya. Tapi jalan kebenaran
tak selamanya indah kan ? ada ujian yang datang menghadang, ada perangkap
menunggu mangsa.
Istilah,
‘amanah tak pernah salah memilih pundak’ terkadang menguatkan namun ada kalanya
juga membuat kita menjadi galau. Ya, karena saat kita telah menerima suatu
amanah dengan berpegang pada istilah ‘amanah tak pernah salah memililih
pundak’, tiba-tiba datang amanah lain yang kita tolak. Jadi, masihkah benar
istilah ‘amanah tak pernah salah memilih pundak’ ? Rasanya ngga enak ya nolak
amanah itu. Sebenarnya ngga masalah sih mau nolak apa engga, karena kan yang
tau batas kemampuan kita ya diri kita sendiri. Nah, trus gimana kalau orang itu
belum benar-benar memahami batas kemampuan dirinya ? belum tau sebenarnya dia
bisa apa engga. ‘Yaudah dicoba aja dulu, kan ga ada salahnya mencoba..’ tapi
pantaskah amanah itu dicoba-coba ? sedangkan itu menjadi pertanggung jawaban
kita kelak dihadapan-Nya.
Intinya
sih, tanyakan sama Murabbi. Minta pertimbangan orang lain. Kalau perlu istikharah..
karena memang benar kalau ‘amanah tak pernah salah memilih pundak’. Laa
yukallifullaha nafsan illa wush ‘aha, Allah tidak membebankan kepada seseorang
melebihi batas kemampuannya. Saat kita rasa amanah itu melebihi batas kemampuan
kita, itu belum mencapai batas kemampuan kita yang sesungguhnya. Yang lebih tau
ya Allah saja. Jadi jangan merasa diri tidak mampu, jangan merasa inilah batas
kemampuan kita. Justru dengan amanah lah kita diukur, seberapa besar usaha kita
untuk mencapai batas maksimal kita. Apa yang kita fikirkan, apa yang kita
prasangka-kan, itulah hasilnya. Itulah jawabannya. Jadi jangan salahkan kepada
siapa-siapa jika amanah itu tak berjalan dengan mulus, amanah itu tak terpegang
dengan baik. Karena jelas sudah siapa yang menjadi pemegang tanggung jawab
terbesar dari sebuah amanah. Ya, diri kita sendiri.
Dikutip dan dirubah seperlunya dari http://rumaishaulya.blogspot.co.id/2015/01/menolak-amanah-bolehkah.html
andi jangan galau.. C.Ka.Mso LDK
BalasHapus